Nama-nama Wali Songo dan Pendekatan Strategi Dakwahnya
Ragam, Gresik - Wali Songo, sembilan ulama' tanah jawa yang memulai tugas berat untuk menyebarkan agama Islam pada masa di mana Hinduisme dan Buddhis mendominasi dalam masyarakat jawa saat itu. Pendekatan mereka dalam penyebaran Islam ditandai oleh keragaman dan kerumitan, mencakup beragam strategi mulai dari usaha pendidikan hingga ranah pernikahan dan seni.
Menggali kisah-kisah individu yang dihormati ini, kita akan menemukan cerita mereka yang kaya dengan teka-teki dan Enigma sejarah, masing-masing mempunya koherensi dengan narasi khas yang akan kita ulas sekarang.
1. Sunan Gresik
Sunan Gresik, juga dikenal sebagai Maulana Malik Ibrahim, beliau adalah sosok utama di antara Wali Songo, diakui sebagai pelopor pertama Islam di tanah Jawa. Asal-usul Sunan Gresik masih menjadi perdebatan, dengan beberapa sumber menyebutkan tempat kelahirannya sebagai Samarkand, Uzbekistan pada awal abad ke-14. Nur Amin Fatah, dalam karyanya "Metode Dakwah Walisongo," menyatakan bahwa Sunan Gresik berasal dari Arab, pernah berhijrah ke Gujarat, India, dan berlayar hingga mencapai tanah Jawa.
Sunan Gresik memulai misinya melalui berbagai cara, termasuk perdagangan dan pendidikan. Upayanya dalam perdagangan, yang dimulai di pelabuhan, adalah langkah strategis untuk mengaklimatisasi masyarakat terhadap ajaran Islam yang dia tawarkan. Kombinasi antara pengajaran Islam dan transfer keterampilan praktis membantu penerimaan agama tersebut secara perlahan.
Ketika tinggal di Sawo, Gresik, Sunan Gresik mendirikan sebuah surau, yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan sekolah agama sederhana. Di sinilah dia menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, membentuk lanskap spiritual wilayah tersebut.
2. Sunan Ampel
Sunan Ampel, yang nama aslinya adalah Raden Muhammad Ali Rahmatullah, lahir di Campa pada tahun 1401, sebuah wilayah yang berada di Vietnam. Silsilahnya menghubungkannya dengan keluarga kerajaan, sebagai keponakan Raja Majapahit. Bibinya adalah Prabu Kertawijaya, atau Brawijaya, yang memerintah pada tahun 1447 hingga 1451.
Sunan Ampel mengadopsi berbagai strategi menarik dalam misinya, termasuk penyebaran lima ajaran dasar yang disebut "moh limo," di mana "moh" berarti "tidak" dan "limo" berarti "lima." Prinsip-prinsip ini mendorong orang untuk menjauhi perjudian (moh main), menjauhi minuman keras (moh ngombe), tidak mencuri (moh maling), menahan diri dari obat-obatan (moh madat), dan menjauhi perzinaan (moh madon).
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang, yang nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim, lahir di Surabaya pada tahun 1465. Dibesarkan dalam keluarga yang saleh, dia mengambil pendekatan yang berfokus pada akulturasi budaya dalam misinya. Sunan Bonang memiliki keahlian dalam sastra dan seni, sehingga dia dijuluki sebagai "seniman Islam."
Dalam dunia musik, Sunan Bonang menggunakan gamelan, instrumen eksklusif yang terbuat dari kuningan dan memiliki bentuk lingkaran dengan tonjolan tengah. Ketika dipukul, gamelan menghasilkan suara yang merdu, dengan alat pemukul kayu. Salah satu ciptaannya adalah gamelan yang diberi nama "Bonang," yang nama ini kemudian menjadi julukan baginya.
Penampilan musiknya sangat menarik perhatian, dengan masyarakat Tuban, yang saat itu dipengaruhi budaya Jawa, terpesona oleh seninya. Mengingat mayoritas masyarakat setempat menganut Hinduisme dan Buddhis, pendekatan Sunan Bonang berperan penting dalam melembutkan hati mereka terhadap agama Islam.
4. Sunan Drajat
Sunan Drajat, yang nama aslinya adalah Raden Qasim, lahir di Ampeldenta, Surabaya pada tahun 1470 M. Sunan Drajat adalah putra termuda dari Sunan Ampel dan Nyi Ageng Manila. Dia juga dikenal dengan beberapa nama lain, seperti Raden Syarifuddin, Masaikh Munat, Sunan Mayang Madu, Pangeran Kadrajat, dan Maulana Hasyim. Pada tahun 1484, Sunan Drajat diberi gelar "Sunan Mayang Madu" oleh Raden Patah dari Demak, beserta pemberian tanah wakaf.
Dalam misinya, Sunan Drajat menggagas tujuh ajaran dasar, termasuk pentingnya menyebabkan kegembiraan pada orang lain, tetap sadar akan Tuhan dalam momen kebahagiaan, dan bertahan di tengah rintangan untuk mencapai cita-cita luhur. Ajaran-ajaran ini menekankan pentingnya mengendalikan nafsu duniawi dan mencapai ketenangan spiritual melalui keheningan, sambil tetap melaksanakan salat lima waktu dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
5. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga, yang lahir dengan nama Raden Said sekitar tahun 1450, muncul sebagai putra Tumenggung Wilatiktam, Bupati Tuban. Pendekatan uniknya melibatkan hubungan pernikahan. Rekaman sejarah mencatat bahwa dia menikahi setidaknya enam perempuan. Pernikahan awalnya dengan Nyai Babadan, putri Ki Ageng Gedeng Badadan, merupakan aliansi yang signifikan. Selain itu, Sunan Kalijaga bekerja untuk memperkuat posisinya secara politis dan memperluas jaringan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon, Demak, dan Banten.
Kepemimpinan politik dan spiritual yang dia genggam, bersama dengan dukungan masyarakat, membantunya mencapai kesejahteraan di sepanjang pantai Cirebon. Pada masa itu, wilayah Pelabuhan berada di bawah kekuasaan Pajajaran yang tertutup.
6. Sunan Muria
Sunan Muria, yang nama aslinya adalah Raden Umar Said, terlibat dalam pemilihan Raden Patah sebagai pemimpin perdana Kerajaan Islam di Jawa. Meskipun memiliki pengaruh besar di Kesultanan Demak, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah terpencil. Dia senang bergaul dengan rakyat jelata dan mengajari mereka berbagai keterampilan, termasuk pertanian, seni, dan perdagangan. Sunan Muria mendapat julukan karena tinggal di Gunung Muria, sebuah daerah yang terletak di pantai utara Jawa Tengah.
Salah satu pendekatan uniknya adalah tradisi "bancakan." Dalam tradisi ini, tumpeng digantikan dengan kenduri, yang digunakan untuk mengirim doa kepada leluhur melalui doa-doa Islam. Sunan Muria juga mengembangkan seni sebagai alat dakwah, mirip dengan ayahnya, Sunan Kalijaga. Dia menciptakan tembang cilik atau sekar alit, jenis komposisi yang termasuk Sinom dan Kinanthi. Tembang cilik ini masih populer di kalangan masyarakat Jawa hingga saat ini.
7. Gunung Jati
Sunan Gunung Jati, yang nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah, adalah seorang ulama Wali Songo yang berperan dalam penyebaran Islam pada abad ke-14. Beliau juga memegang jabatan sebagai Sultan Cirebon antara tahun 1479 hingga 1568 dan dikenal sebagai Susuhunan Jati. Sunan Gunung Jati memulai misinya di Cirebon, Jawa Barat.
Pendekatan unik yang digunakan olehnya melibatkan perkawinan. Catatan sejarah mencatat bahwa dia menikahi sedikitnya enam perempuan. Pernikahan awalnya dengan Nyai Babadan, putri Ki Ageng Gedeng Badadan, adalah aliansi penting. Selain itu, Sunan Gunung Jati bekerja untuk memperkuat posisinya secara politis dan memperluas jaringan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon, Demak, dan Banten.
Kombinasi antara otoritas politik dan spiritualnya memenangkan hati masyarakat setempat, meningkatkan kesejahteraan di sepanjang pantai Cirebon. Pada masa itu, wilayah Pelabuhan berada di bawah kekuasaan Pajajaran yang masih tertutup terhadap pengaruh Islam.
8. Sunan Giri
Sunan Giri, putra Syekh Maulana Ishaq, dikenal dengan beberapa nama, seperti Muhammad Ainul Yaqin, Joko Samudro, Raden Paku, dan Sultan Abdul Faqih. Metode dakwahnya fokus pada pendidikan dan ekspresi seni, termasuk permainan anak-anak dan lagu-lagu yang menjadi ciptaannya. Permainan yang diciptakan termasuk "Gendi Gerit," "Jelungan," "Jamuran," dan sebagainya. Lagu-lagu anak-anak seperti "Gula Ganti," "Jor," "Padang Bulan," dan "Cublak-cublak Suweng" tetap populer dalam budaya Jawa dari anak-anak hingga dewasa.
9. Sunan Kudus
Sunan Kudus, yang nama aslinya adalah Ja'far Shadiq, adalah santri paling terkemuka dari Pesantren Ampeldenta yang didirikan oleh Sunan Ampel. Dia berasal dari keluarga bangsawan di kerajaan Demak. Garis keturunannya memiliki silsilah hingga ke Nabi Muhammad melalui jalur Husain bi Ali RA. Ayahnya, Usman Haji bin Ali Murtadha, adalah saudara kandung Sunan Ampel.
Sunan Kudus mengadopsi pendekatan yang melibatkan pendekatan langsung terhadap masyarakat. Dia mendalami dan memahami kebutuhan masyarakat, termasuk memperbaiki alat-alat pertukangan, seperti pande besi dan kerajinan emas. Selain itu, dia memberikan pelajaran tentang hukum-hukum agama Islam dengan tegas.
Itulah Nama-nama Wali Songo dan strategi dakwah beragam yang diterapkan oleh Wali Songo dalam upaya mereka untuk menyebarkan Islam. Komitmen mereka yang tak kenal lelah dan pendekatan inovatif mereka memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan penyebaran ajaran Islam hingga saat ini.